BOGOR--
Peneliti tomcat dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir. Purnama
Hidayat, M.Sc mengatakan, tomcat sama sekali tidak berbahaya. Bahkan
sebaliknya, serangga ini sangat bermanfaat bagi dunia pertanian. Karena
makanan sehari-harinya adalah hama wereng dan telur hama tanaman.
Purnama, yang merupakan peneliti dari Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB itu
memaparkan, nama asli Tomcat adalah Paederus fuscipes. Dia termasuk ke
dalam famili Staphylinidae, ordo Coleopetra.
“Saya sendiri tidak tahu dari mana nama Tomcat itu berasal. Yang
dimaksud dengan Tomcat adalah serangga dengan nama spesies Paederus
fuscipes. Serangga ini memiliki panjang tubuh 10 milimeter dan lebar dua
milimeter. Umumnya ukuran serangga jantan lebih kecil dibanding
serangga betina,” kata Purnama dalam acara coffee morning membahas
Tomcat di Kampus IPB Barangsiang.
Lebih lanjut dia mengatakan, ada sejumlah kekeliruan dalam informasi
yang selama ini beredar. Misalnya soal penyebaran. Di sejumah media
disebutkan bahwa penyebaran Tomcat akhir-akhir ini sudah sampai ke
Bogor, Jakarta dan wilayah lainnya. Padahal, Tomcat memang ada di
seluruh wilayah Indonesia yang terdapat areal persawahan, seperti di
Bogor. “Tomcat ini bukan pendatang baru, melainkan sudah ada sejak 1901.
Pertama kali ditemukan oleh orang Belanda di Anyer dan Jember,”
ujarnya.
Dia menegaskan, Tomcat tidak menggigit dan menyengat manusia, sehingga
tidak berbahaya. Namun, serangga ini mempunyai cairan hemolimfa (darah)
atau disebut paderin yang mengandung zat beracun untuk perthanan
dirinya. Apabila terkena kulit, paderin bisa menyebabkan iritasi, dan
apabila digaruk akan menyebar ke bagian tubuh lain. Kendati demikian,
pederin tidak menyebabkan kulit melepuh sebagaimana gejala penyakit
herpes atau dermatitis yang disebabkan oleh serangga lain seperti
Meloidae.
“Jika Tomcat menempel pada kulit maka tidak akan menyebabkan dermatitis,
kecuali kalau serangga ini tergencet sehingga cairan hemolimfanya yang
mengandung pederin mengenai kulit. Maka, kalau ada Tomcat di kulit kita,
jangan ditepuk,” katanya.
Serangga Tomcat banyak ditemukan di areal persawahan atau tanaman
pertanian lain. Serangga ini merupakan predator (pemangsa, red) yang
memakan serangga kecil. “Di persawahan Tomcat memakan wereng cokelat
yang merupakan hama padi. Seekor serangga Tomcat dewasa mampu memakan
5-7 wereng pradewasa (nimfa),” ungkap Purnama.
Dia merinci, umur Tomcat bisa mencapai 120 hari. Sehingga jika rata-rata
Tomcat memakan lima ekor wereng cokelat sehari, maka selama hidupnya
serangga ini bisa memakan lebih dari 600 ekor hama wereng cokelat pada
tanaman padi. Pada lahan persawahan yang menerapkan pengendalian hama
terpadu (PHT) tanpa pestisida, populasi serangga Tomcat sangat
tinggi.
Lantas bagaimana cara menghindari serangga ini agar tak melukai kulit"
Menurut Purnama, Tomcat tertarik pada cahaya di malam hari. Oleh karena
itu, pada musim tertentu, khususnya saat musim panen, serangga ini
sering mendatangi rumah penduduk di sekitar persawahan karena tertarik
pada cahaya terang dari perumahan.
“Maka antisipasinya dengan mengurangi pencahayaan lampu di rumah pada
malam hari. Selain itu dapat dipasang perangkap lampu terah diletakkan
jauh di luar pemukinan, sehingga serangga ini akan tertarik ke lampu
yang dipasang dibandingkan datang ke rumah,” katanya.
Sementara itu, di kesempatan yang sama, dokter spesialis kulit dan
kelamin dr Mira Ikawati, SpKK mengatakan, dikarenakan toksin pederin
dari Tomcat tidak keluar secara spontan, maka jika serangga itu menempel
pada kulit, cukup dengan ditiup atau digeser dengan potongan kertas.
Jika tidak sengaja memukul serangga ini sehingga cairan tubuhnya
mengenai kulit, segera cuci dengan air hangat dan sabun.
“Lebih baik sabun yang berwarna putih, tidak mengandung parfum, tidak
mengandung sulfur agar tidak menambah iritasi. Jika kulit sudah terkena
cairan Tomcat dapat dikompres dingin untuk mengurangi sensasi rasa panas
terbakar,” katanya.(nad)
|